Selasa, 19 November 2013

Laporan Tonsilitis


Identifikasi Masalah

Tonsilitis adalah inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau amandel.
Organisme penyebabnya yang utama meliputi streptococcus atau staphylococcus
(Charlene J. Reeves,2001).
Tonsil dikenal di masyarakat sebagai penyakit amandel, merupakan penyakit
yang sering di jumpai di masyarakat sebagian besar terjadi pada anak-anak. Namun tidak
menutup kemungkinan terjadi pada orang dewasa, dan masih banyak masyarakat yang
belum mengerti bahkan tidak tahu mengenai gejala-gejala yang timbul dari penyakit ini.
Secara umum, penatalaksanaan tonsilitis kronis dibagi dua, yaitu konservatif
dan operatif. Terapi konservatif dilakukan untuk mengeliminasi kausa, yaitu infeksi, dan
mengatasi keluhan yang mengganggu. Bila tonsil membesar dan menyebabkan sumbatan
jalan napas, disfagia berat, gangguan tidur, terbentuk abses, atau tidak berhasil dengan
pengobatan konvensional, maka operasi tonsilektomi perlu dilakukan. Jika penyebabnya
bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut) selama 10 hari, jika mengalami
kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun.
Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotic, sehingga sering
dilakukan pengangkatan dari tonsil atau disebut tonsilektomi. Kriteria untuk bisa
dilaksanakan tonsilektomi sekarang ini adalah bila terjadi 3 hingga 4 episode tonsiltitis
atau faringitis selama satu atau dua tahun. Tonsil perlu diambil 4-6 minggu setelah abses
peritonsilar muncul (Charlene J. Reeves,2001).Berdasarkan hasil survey bulan april di ruang Alamanda RSUD Tugurejo
Semarang terdapat 15 klien Tonsilitis dari 24 pasien yang rawat inap pada bulan april.
Dari data tersebut diketahui bahwa 13 klien dilakukan operasi tonsilektomi. Sedangkan
yang terjadi perforasi otitis media akut ada 2 orang. Berdasarkan data tersebut klien yang
menderita tonsil ada 62,5 %, dan 54,2 % telah dilakukan operasi, 8,3 % terjadi
komplikasi otitis media akut.
Kondisi sebelum operasi dan setelah operasi pada klien dengan tonsilitis
mengalami gangguan rasa nyaman nyeri pada saat menelan, menyebabkan asupan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh. Sehingga perawat memberikan tindakan keperawatan
untuk mengatasi nyeri dengan cara mengajarkan tehnik relaksasi dan distraksi.
Menginggat banyaknya masalah yang bisa terjadi pada tonsilitis maka perhatian dan
perawatan pada tonsilitis tidak boleh di abaikan agar terhindar dari komplikasi,
berdasarkan kondisi tersebut maka perawat perlu mengetahui tentang asuhan
keperawatan pada tonsilitis agar dapat melakukan asuhan keperawatan dengan baik.
Berdasarkan banyaknya masalah di atas maka penulis tertarik untuk
melakukan asuhan keperawatan klien dengan tonsilitis, sebagai tugas akhir dengan judul
asuhan keperawatan klien dengan tonsilitis.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan umum :
1.Mampu menerapkan masalah serta hambatan yang timbul dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan tonsilitis.
Tujuan khusus :
1. Mampu melaksanakan pengkajian secara menyeluruh pada klien dengan
tonsilitis2. Mampu mengelompokkan data dan menganalisa data yang didapat dari
pengkajian.
3. Mampu menganalisa dan menentukan masalah keperawatan pada klien tonsilitis.
4. Mampu menyusun perencanaan, intervensi dan implementasi untuk mengatasi
masalah keperawatan yang timbul pada klien tonsilitis
5. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan pada klien
dengan tonsilitis

Tonsilitis adalah infeksi akut pada tonsil, berbentuk amandel pada jaringan limfoid yang terletak pada fossa tonsilar di orofaring. (Medical Surgical Nursing, Luckman and Sorensen, 1993). Tonsilitis adalah inflamasi pada tonsil yang dapat menjadi akut atau kronik. (Handbook of Disease, 1996). Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil di jaringan limfoid yang terletak di orofaring. (Medical Surgical Nursing, Donna D. Ignatavicius, 1991).

  1. 2.      Etiologi
Kebanyakan disebabkan oleh bakteri Beta Streptococcus hemolyticus, dapat juga disebabkan oleh streptococcus non-hemolyticus dan streptococcus viridans.

  1. 3.      Anatomi dan Fisiologi
Rongga hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir semua sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Sekresi dari sel itu membuat permukaan nares basah dan berlendir. Sewaktu udara melalui hidung, udara disaring oleh bulu-bulu yang terdapat di dalam vestibulum dan karena kontak dengan permukaan lendir yang dilaluinya maka udara menjadi hangat, dan oleh penguapan air dan permukaan selaput lendir menjadi lembab.
Farinx (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid.
Kedua tonsil merupakan kumpulan jaringan limfosid yang terletak di kanan dan kiri faring diantara tiang-tiang lengkung fauces. Tonsil jelajahi pembuluh darah dan pembuluh limfe yang mengandung banyak limfosid. Permukaan tonsil ditutupi membran mukosa yang bersambung dengan bagian bawah faring. Permukaan ini penuh dengan lekukan dan ke dalam lekukan yang banyak ini sejumlah besar kelenjar penghasil mukus menuangkan sekresinya. Mukus ini mengandung banyak limfosid. Dengan demikian tonsil bekerja sebagai garis depan pertahanan dalam infeksi yang tersebar dari hidung, mulut dan tenggorokan. Meskipun demikian tonsil bisa gagal menahan infeksi, yaitu ketika terjadi tonsilitis atau peradangan tonsil maupun sebuah abses dari tonsiler.

  1. 4.      Patofisiologi
Infeksi terjadi pada hidung/pharynx menyebar melalui sistem limpa ke tonsil, hipertropi yang disebabkan oleh infeksi, bisa menyebabkan tonsil membengkak sehingga akan menghambat keluar masuknya udara. Manifestasi klinis yang ditimbulkan meliputi pembengkakan tonsil, pharynx untuk mengalami edema dan berwarna merah, sakit tenggorokan, sakit ketika menelan, demam tinggi dan eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil. Selain itu juga muncul abses pada tonsil. Komplikasi ini disebut dengan feritonsillar abses. Jika ada abses feritonsilar, maka harus dilakukan langkah seperti insisi dan drainase. Kriteria untuk dilaksanakan tonsillectomi adalah bila terjadi 3-4 episode tonsilitis/pharingitis selama ½ tahun. Tonsil perlu diambil 4-6 minggu setelah abses peritonsilar muncul.

  1. 5.      Tanda dan Gejala
-          Sakit tenggorokan
-          Nafsu makan menurun
-          Dysfagia, nyeri menelan
-          Demam
-          Bengkak pada submandibula
-          Nyeri pada otot dan sendi
-          Malaise
-          Sakit kepala
-          Nyeri di telinga
-          Mulut bau.
-          Sakit tenggorokan yang berulang-ulang disertai adanya purulent.
-          Pembesaran tonsil.

  1. 6.      Therapi
-          Penicillin
-          Amoxilin & Eritromisin
-          Sulfonamid
-          Aspirin
-          Analgetik, antipiretik
-          Asetaminofen
-          Pembedahan.

  1. 7.      Komplikasi
-          Pneumonia
-          Osteomielitis
-          Nefritis
-          Rheumatic fever
-          Pendarahan
-          Otitis media, peritonsilar abses

  1. 8.      Test Diagnostik
-          Usapan tenggorokan
-          X-ray dada.
  1. 9.      Discharge Planning
-          Istirahat di tempat tidur yang cukup
-          Diet makanan lunak
-          Intake cairan yang cukup
-          Hindari makanan yang mengiritasi atau yang banyak menggunakan banyak bumbu.


  1. 1.      Pengkajian
  • Nutrisi metabolik
-          Nafsu makan menurun
-          Sakit tenggorokan
-          Demam.
  • Pola aktivitas dan latihan
-          Malaise
-          Nyeri pada otot dan sendi
-          Mulut bau.
  • Pola tidur dan istirahat
-          Nyeri di telinga
-          Sakit kepala
  • Persepsi diri – konsep diri
-          Submandibula bengkak
-          Pembesaran tonsil.

  1. 2.      Diagnosa Keperawatan Pre-Op
1)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d dysphagia.
2)      Nyeri b.d adanya pembesaran tonsil dan submandibula.
3)      Resti intoleransi aktivitas b.d malaise.
4)      Gangguan gambaran diri b.d pembengkakan pada submandibula.
5)      Kurang pengetahuan mengenai kondisi/tindakan b.d kurangnya informasi.



  1. 3.      Intervensi Pre-Op
1)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d dysphagia.
HYD :     Menunjukkan peningkatan berat badan dengan nilai yang normal.
Intervensi :
  1. Auskultasi bunyi usus.
R/  Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.
  1. Berikan perawatan oral.
R/  Rasa tidak enak, bau, merupakan pencegahan utama terhadap nafsu makan.
  1. Berikan porsi makan kecil tapi sering.
R/  Meningkatkan masukan kalori total.
  1. Timbang berat badan sesuai indikasi.
R/  Untuk mengevaluasi keadekuatan rencana nutrisi.

2)      Nyeri b.d adanya pembesaran pada tonsil dan submandibula.
HYD :     Menyatakan nyeri berkurang.
Intervensi :
  1. Pantau tanda-tanda vital.
R/  Perubahan tekanan darah menunjukkan pasien mengalami nyeri.
  1. Berikan tindakan relaksasi atau latihan nafas.
R/  Dapat menghilangkan ketidaknyamanan.

3)      Resti intoleransi aktivitas b.d malaise.
HYD :     Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
Intervensi :
  1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas.
R/  Dapat menetapkan kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
  1. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung.
R/  Menurunkan stress dan meningkatkan istirahat.
  1. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan tidur.
R/  Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi.
  1. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
R/  Meminimalkan kelelahan.

4)      Gangguan gambaran diri b.d pembengkakan pada submandibula.
HYD :     Menyatakan penerimaan situasi diri.
Intervensi :
  1. Berikan penguatan positif.
R/  Kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya perilaku koping positif.
  1. Dorong interaksi keluarga dengan tim rehabilitasi.
R/  Membuka garis komunikasi dan memberi dukungan pada pasien dan keluarga.

5)      Kurang pengetahuan mengenai kondisi/tindakan b.d kurangnya informasi.
HYD :     Menyatakan pemahaman mengenai proses penyakit.
Intervensi :
  1. Berikan penjelasan mengenai proses penyakit.
R/  Menurunkan ansietas.
  1. Dorong pasien untuk menyatakan pertanyaan.
R/  Menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.

  1. 4.      Diagnosa Keperawatan Post-Op
1)      Resti infeksi b.d adanya luka post op.
2)      Nyeri b.d insisi bedah.
3)      Perubanan membran mukosa oral b.d trauma mekanik (bedah oral).

  1. 5.      Intervensi Post-Op
1)      Resti infeksi b.d kerusakan jaringan.
HYD :     Bebas dari tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
  1. Anjurkan untuk melakukan nafas dalam.
R/  Meningkatkan mobilisasi.
  1. Pantau suhu tubuh secara teratur.
R/  Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis.
  1. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan.
R/  Mendeteksi dini perkembangan infeksi.

2)      Nyeri b.d insisi bedah.
HYD :     Menyatakan nyeri hilang/berkurang.
Intervensi :
  1. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, intensitas.
R/  Membantu, mengevaluasi derajat ketidaknyamanan.
  1. Berikan tindakan kenyamanan.
R/  Meningkatkan relaksasi.
  1. Selidiki perubahan karakteristik nyeri.
R/  Dapat menunjukkan terjadinya komplikasi yang memerlukan intervensi lanjutan.
  1. Dorong pasien untuk mengeluarkan saliva dengan hati-hati bila tidak mampu menelan.
R/  Menelan menyebabkan aktivitas otot yang dapat menimbulkan nyeri karena regangan jahitan.

3)      Perubahan membran mukosa oral b.d trauma mekanik (bedah oral).
HYD :     Mengidentifikasi, intervensi untuk meningkatkan kesehatan mukosa oral.
Intervensi :
  1. Inspeksi rongga oral dan perhatikan perubahan pada membran mukosa.
R/  Mungkin sangat kering, edema.
  1. Berikan pelumas sesuai indikasi.
R/  Mengatasi efek kekeringan.
  1. Tunjukkan pasien bagaimana menyikat bagian dalam mulut.
R/  Menurunkan bakteri dan resiko infeksi.

  1. 6.      Perawatan Pasca bedah Tonsilektomi
1)      Berbaring ke samping sampai bangun kemudian posisi mid fowler.
2)      Memantau tanda-tanda perdarahan :
a)      Menelan berulang
b)      Muntah darah segar
c)      Peningkatan denyut nadi pada saat tidur.
3)      Diet
a)      Memberikan cairan bila muntah telah reda.
-          Mendukung pasien untuk menelan potongan makan yang besar.
-          Hindari pemakaian sedotan (suction).
b)      Menawarkan makanan
-          Es krim
-          Telur setengah matang biasanya lebih dapat menikmati pada pagi hari setelah pembedahan.
-          Hindari jus jeruk, minuman panas, makanan kasar/banyak bumbu selama 1 minggu.
c)      Mengatasi ketidaknyamanan pada tenggorokan.
-          Menggunakan kompres es bila mau.
-          Memberikan analgetik.
d)     Mengajari pasien mengenai hal :
-          Hindari latihan berlebihan.
-          Melaporkan segera tanda-tanda perdarahan kepada dokter.
-          Minum (2-3 liter per hari) sampai bau mulut hilang.
-          Tenggorokan tidak nyaman dapat sedikit bertambah antara hari ke-4 dan ke-8 setelah operasi.



DAFTAR PUSTAKA

Pearce, Evelyn C. 1973. Anatomi & Fisiologi Untuk Para Medis. Jakarta : PT. Gramedia.
Nelson. Waldo E. 1969. Textbook of Pediatric. Philadelphia : W.B. Saunders Company.
Kempe C. Henry, dkk. 1970. Current Pediatric Diagnostic & Treatment. Canada : Lange Medical Publication.
C. Long Barbara, 1996. Keperawatan Medikal Bedah. Bandung : Yayasan I.A.P.K.
J. Reeves, Charlene, 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.
E. Doengoes Marilynn, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar